Batik Yogyakarta
Di Yogyakarta khususnya, warna batik tradisional adalah biru-hitam, serta soga cokelat dan putih dari pewarna alam. Biru-hitam diambil dari daun tanaman indigofera yang disebut juga nila atau tom yang difermentasi. Sementara warna soga atau cokelat diambil dari campuran kulit pohon tinggi warna merah, kulit pohon jambal warna merah cokelat, dan kayu tegeran warna kuning. Karakter motif batik Yogya adalah tegas, formal, sedikit kaku, dan patuh pada pakem. Konon, karakter ini berhubungan dengan keraton Yogya yang anti-kolonial.
Beberapa motif dari batik Yogyakarta:
Motif Batik Parang Barong
2. Motif Batik Parang Baris
3. Motif Batik Parang Centong
4. Motif Batik Parang Jenggot
5. Motif Batik Parang Kusumo
parang rusak ini dibedakan berdasarkan ukuran polanya.Parang rusak dengan ukuran polanya yang terkecil dinamakan Parang Rusak Klitik.Gambar di bawah adalah contoh pola parang klitik. Yang agak besar/sedang dinamakan Parang Rusak Gendreh. Sedangkan yang terbesar dinamakan Parang Rusak Barong. Parang Rusak Barong ini hanya boleh dipakai oleh Raja sendiri.Motif miring lainnya yang terkenal adalah pola Udan Liris,yang karena kehalusan motifnya yang disusun miring seakan-akan menyerupai hujan rintik-rintik. Gambar di atas adalah pola Udan Liris.
Aneka Motif Batik Parang gagrak Jogjakarta
Aneka Motif Batik Parang gagrak Jogjakarta
Aneka Motif Batik Parang gagrak Jogjakarta
Ini semua adalah golongan pola batik yang berbentuk geometris.
Sedangkan golongan yang kedua adalah pola batik yang non geometris.Pola ini adalah pola batik yang tidak terbatas jumlahnya,yang tidak terikat oleh gaya tertentu.Walaupun demikian unsur tradisi masih memegang peranan yang penting mengenai tata susunan pola.Yang terkenal adalah pola semen.Semen dari kata semi,yang berarti tumbuh atau bertunas,jadi berisikan pola-pola berbentuk kuncup-kuncup,daun serta bunga.Berikut ini ada beberapa macam pola semen,yaitu:
a).Pola semen yang hanya terdiri dari kuncup daun-daunan serta bunga-bungaan.Misalnya pola Pisan Bali,Kepetan.
b).Pola semen yang terdiri dari kuncup daun dan bunga yang dikombinasi dengan binatang.Misalnya:Pakis, Peksi Endol-endol,Merak Kasimpir.
c).Pola semen yang terdiri dari motif kuncup daun,bunga,binatang dan ditambah dengan motif sayap atau Lar.Motif sayap ini merupakan pelengkap pada pola semen yang mempunyai beberapa macam variasi bentuk yang disebut dengan bentuk Lar,Mirong dan Sawat.Lar itu berupa sayap tunggal,Mirong adalah sayap kembar,dan Sawat adalah sayap kembar lengkap dengan bentuk ekor yang terbuka.Motif Sawat ini juga sangat digemari oleh para Raja.Ini bisa dilihat dari bentuk simbol/lambang kerajaan Mataram sejak Jaman Sultan Agung,yang sampai sekarang dipakai oleh Kesultanan Jogjakarta.Berikut ini gambar-gambar dari beragam jenis motif semen gaya Jogja.
Beberapa motif semen gagrak Jogjakarta
Aneka Motif Batik Semen gagrak Jogjakarta
Aneka Motif Batik Semen gagrak Jogjakarta
Motif Batik Ambar Kumitir Jogjakarta
Motif Batik Ambarsari Jogjakarta
Motif Batik Anggur Merak
Motif Batik Asmaradana
Motif Batik Banci Kasut Jogjakarta
Motif Batik Banjir Bandang
Motif Batik Semen Lar
|
Add caption |
Motif Batik Parang Klithik gaya Jogjakarta
Motif Batik Blibar Latar Putih dari Jogjakarta
Motif Batik Grinsing
Motif Batik Parang Barong
Motif Batik Buntal Anggrek dari Jogjakarta
Motif Batik Buntal Grinsing dari Jogjakarta
Motif Batik Buntal Hadinegara dari Jogjakarta
Motif Batik Buntal Ukel dari Jogjakarta
Motif Batik Wahyu Tumurun gagrak Jogjakarta
Motif Batik Wirasat Buntal gagrak Jogjakarta
Motif Batik Truntum Palang Parang gagrak Jogjakarta
Motif Batik Sri Kuncara Bledak gagrak Jogjakarta
Motif Batik Tambal Nitik gagrak Jogjakarta
Motif Batik Seruni Buntal gagrak Jogjakarta
Motif Batik Sido Mukti Latar Cemeng gagrak Jogjakarta
Motif Batik Parang Parung Lar gagrak Jogjakarta
Motif Batik Parang Peksi
Motif Batik Bintang Raja dari Jogjakarta
Motif Batik Blibar Latar Cemeng dari Jogjakarta
BATIK LASEM
Bila orang menyebut batik Jawa Tengah tentu segera menyebut Solo, Jogja, Pekalongan dan Banyumas sebagai sentra perajin batik. Padahal selain empat daerah tadi masih ada daerah lain yang juga menghasilkan batik tulis yang tidak kalah indahnya, yaitu Lasem.
Motif batik Lasem.
Motif kotak batik Lasem.
Seorang perajin sedang membatik tulis.
1.) Pola Banji
Ini merupakan salah satu pola batik yang tertua,berupa silang yang diberi tambahan garis-garis pada ujungnya dengan gaya melingkar ke kanan atau ke kiri.Motif seperti ini terkenal dalam kebudayaan kuno di seluruh dunia dengan nama swastika.Di Nusantara motif ini tidak hanya terdapat pada seni batik saja,namun juga pada karya-karya seni yang lain.Kata banji,berasal dari dua suku kata yaitu ban yang artinya sepuluh dan ji yang berarti seribu,suatu perlambang murah rejeki atau kebahagian yang berlipat ganda.Pola banji ini sangat mungkin karena pengaruh kebudayaan China.Pola banji ini nama lainnya dalam istilah Jawa adalah balok bosok(balok busuk).Dalam perkembangannya pola banji mengalami perubahan-perubahan diantaranya mendapat tambahan rangkaian daun-daunan dan bunga-bungaan.
Gambar di atas adalah pola batik banji dari daerah Lasem,Jawa Timur.
2.) Pola Ceplok
Pola yang sangat digemari,terdiri atas garis-garis yang membentuk persegi-persegi,lingkaran-lingkaran,jajaran genjang,binatang-binatang atau bentuk lain bersegi banyak.Pola ini sebenarnya merupakan stilisasi dari tumbuh-tumbuhan dan binatang,itu sebabnya banyak nama ceplok mengambil nama kembang(bunga) dan binatang.Pola ceplok juga sangat tua,ini bisa dilihat kemiripannya dengan relief-relief candi.Pola ceplok juga ada kemiripannya dengan pola ganggong.Pola ganggong mempunyai ciri khasnya berupa binatang-binatang atau silang-silang yang ujung jari-jarinya melingkar seperti benang sari bunga.
Gambar di atas ini adalah salah satu contoh pola ganggong.
Gambar di atas ini adalah salah satu pola ceplok yang dinamakan ambar kumitir.
Motif Batik Tiga Negeri
Motif Batik Kembang Kluwih dari Tuban
Motif Batik Kontemporer dari Sidoarjo
Motif Batik Buketan dari Pekalongan
Motif Batik Buketan dari Pekalongan
Motif Batik Jawa Hokokai dari Pekalongan
Motif Batik Lasem,Jawa Timur
Motif Batik Tiga Negeri dari Lasem
Motif batik dari Sidoarjo
Motif Kain Batik Pekalongan yang kaya nuansa
Di daerah Pekalongan,terkenal dengan kain batiknya yang paling menyolok nuansa warnanya dan lebih modern(gambar di atas).Yang diikuti terus di sepanjang daerah pesisir pantai utara Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur,ini sangat dipengaruhi oleh budaya asing seperti Tionghoa atau Eropa.Dapat dimaklumi karena kota-kota itu dahulunya merupakan kota pelabuhan dagang yang ramai,sehingga terjalin hubungan yang saling mempengaruhi dengan yang lain.
Motif Batik Buketan dari Pekalongan
Motif Batik Buketan dari Pekalongan
Motif Batik Jawa Hokokai dari Pekalongan
Motif Sarung Batik Pekalongan
Motif Batik Kedungwuni gaya Pekalongan
Motif Batik Kedungwuni gaya Pekalongan
Motif Batik Eropa dari Pekalongan
Motif Batik Garuda dari Pekalongan
Motif Batik Obar-Abir dari Pekalongan
Sarung Batik Motif Eropa
Motif Sarung Batik Motif Eropa dari Pekalongan
Maksud dari penulisan ini adalah untuk memperkenalkan pola-pola batik dan motif-motifnya sebagai karya seni yang tinggi.Memperkenalkan bagi mereka yang baru mengetahui tentang batik,dan mengingatkan kembali pada mereka yang pernah mengenal batik namun kurang begitu peduli,mungkin karena belum begitu memahaminya.
Melalui tulisan ini kita nantinya akan membahas tentang pola dan motif batik kuno dan kontemporer/masa kini di berbagai daerah di Indonesia.Perlu ditekankan juga kalau tulisan ini tidak begitu detail dalam membahas tentang batik,melainkan sekedar ‘refresh‘ atau mengingatkan kembali dan memperkenalkan bagi para pemula pemerhati seni batik.Disini nantinya juga sekilas membicarakan tentang sejarah batik dan teknik membatik.Gambar-gambar yang nantinya akan ditampilkan adalah gambar pola dan motif batik tulis kuno,bukan batik cap.Hal ini disebabkan batik cap kurang mencerminkan daya kreatifitas seni batik,bahkan dianggap malah justru yang mematikan kreatifitas tersebut.Juga pola-pola pada batik cap tidak usah dikhawatirkan akan hilang,sebab keawetan cap batik yang terbuat dari tembaga.Lain halnya dengan batik tulis yang pola-pola dan pengetahuannya tersimpan dalam ingatan mereka yang membatik yang mungkin sekali akan hilang bersama mereka apabila tidak didokumentasi dengan baik.Walaupun demikian suatu tulisan yang lengkap juga harus memuat tentang pola-pola batik cap juga.
Batik juga mempunyai hubungan yang erat dengan seni budaya yang lain seperti,wayang,gamelan,keris dan lain-lain.Disini hanya disinggung sepintas saja.Apalagi batik sudah dikenal dan diakui oleh dunia,sehingga sudah selanyaknya kita sebagai pewaris budaya nenek moyang kita ini selalu menjaga dan memelihara dengan sebaik-baiknya.
SEJARAH SINGKAT SENI BATIK
Berbagai pendapat para ahli dikemukakan mulai dari ahli dalam maupun luar negeri.Ada yang mengatakan batik di Indonesia itu mendapat pengaruh dari India bahkan jauh sebelum itu bersumber pada kebudayaan Mesir dan Persia.Ada juga yang berpendapat batik merupakan budaya asli bangsa Indonesia,jauh sebelum mendapat pengaruh dari India-Hindu,salah satunya adalah pendapat J.L Brandes,seorang peneliti dari Belanda.
Penelitian yang membuktikan kalau batik merupakan budaya asli bangsa Indonesia adalah adanya benih-benih teknik yang kemudian menjadi dasar cara membatik yaitu menutup bagian-bagian kain atau bahan lain yang tidak akan diberi warna.Ini tidak terbatas di daerah sekitar Jawa dan Madura saja,yang dianggap mendapat pengaruh Hindu,melainkan di daerah lainnya seperti Toraja,Flores,Halmahera bahkan Irian.
Contoh motif batik dari Irian (gambar di atas)
Demikian juga teknik pemberian warna dengan cara mencelup merupakan sesuatu yang telah lama dikenal,yang menggunakan bahan-bahan atau zat warna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang hanya tumbuh di kepulauan Indonesia seperti indigo,tarum dan nila.Nama kerajaan Tarumanegara pada abad 5 Masehi merupakan salah satu contoh petunjuk kita tentang adanya tumbuh-tumbuhan tersebut sejak jaman dahulu kala.Mengkudu(Morinda citrofolia) yang dipakai untuk mendapatkan warna merah adalah tumbuh-tumbuhan yang tidak terdapat di India.Kulit kayu-kayuan yang menghasilkan warna sawo atau lebih dikenal dengan soga (Pelthoporum ferrugineum Benth) berasal dari berbagai pulau,diantaranya Sulawesi.Lilin lebah sebagai bahan utama penutup dalam proses membatik berasal dari daerah Palembang,Sumbawa dan Timor yang terkenal sebagai pusat pemeliharaan lebah madu.Demikian juga damar mata kucing pencampur lilin datang berasal dari Kalimantan dan Sulawesi.Bukti lainnya yang membedakan jika di Indonesia proses pencelupan dalam pewarnaan merah dari mengkudu dengan air dingin,kalau di India proses pewarnaanya dengan cairan panas yang mendidih.Penggunaan alat membatik yang disebut dengan canting tidak terdapat di India Selatan,ini merupakan perbedaan yang besar antara seni batik Indonesia dengan kain-kain berwarna India.Canting lah yang merupakan salah satu sebab tingginya mutu seni batik,yang memperlihatkan keindahan corak yang sama antara sebelah luar dan sebelah dalam.Hal yang tidak dimiliki oleh kain-kain berwarna dari India yang menggunakan stempel atau pena kayu yang hanya memperlihatkan bagian luar saja.
Jika dilihat dari segi pola,hampir semua pola batik di Indonesia terinspirasi dari lingkungan sekitarnya seperti tanaman-tanaman dan binatang yang ada di Indonesia,walaupun dalam perkembanganya juga tidak menafikkan adanya pengaruh-pengaruh budaya asing.Sedangkan pola geometris memperlihatkan garis serta gaya yang dikenal di seluruh Nusantara.
Foto Abdi Dalem Kraton Jogakarta zaman dahulu
Pendapat lain mengenai asal-usul batik,adalah pendapat yang mengatakan bahwa seni batik itu asal mulanya dari kraton/istana,buah tangan putri-putri kraton dan para abdi(pelayan istana) wanita.Dalam perkembangannya pola-pola batik yang mengalami penghalusan yang mendalam,antara lain melibatkan kraton/istana di Jawa dan Madura memang berperan besar,namun janganlah menyepelekan peran rakyat/kawula di luar tembok kraton.Sumber-sumber penelitian para ahli terutama dari negara asing memang kebanyakan diambil dari seni batik di dalam lingkungan kraton.Hal ini bisa kita maklumi karena mereka juga merupakan duta-duta dari negara asing yang tentunya harus dihormati dan mendapat kesempatan luas untuk mempelajari seni batik kraton.Dan karena keterbatasan lingkungan pergaulan mereka sehingga membuat mereka kurang memperhatikan seni batik rakyat di luar tembok istana.Atau para pujangga yang menulis tentang seni batik tentunya hanya menuliskan hal-hal yang diketahuinya di dalam istana untuk menyenangkan hati rajanya.Bisa jadi para seniman batik di luar istana yang sudah ternama lalu dipanggil rajanya buat tinggal dan mengajarkan batik pada para puteri kraton dan abdi wanitanya.Kesimpulannya adalah pola-pola dan motif batik tidak hanya didominasi oleh kalangan istana saja namun rakyat di luar istana pun juga menciptakan pola dan motif batik yang tidak kalah indahnya.Hal ini bisa dilihat di kota Solo(Surakarta) berkembang dua pusat industri batik yang terkenal yang masing-masing mewakili corak atau karakter yang khas sejalan dengan latar belakang sejarahnya yang panjang.Yaitu daerah Kauman yang mewakili corak dan gaya batik kraton karena memang letak daerahnya yang dekat dengan kekuasaan.Dan daerah Laweyan yang mewakili corak atau gayabatik di luar kraton/rakyat,daerah ini konon dahulunya memang tidak mau tunduk pada aturan-aturan kraton,sehingga selalu menampilkan ciri yang berbeda dengan kraton.
Biasanya kraton mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengikat yang menjadi pedoman kerajaan,diantaranya dengan mengatur pemakaian corak atau motif-motif batik tertentu bagi rakyat,pegawai istana,raja dan keluarganya.Corak mana yang boleh dipakai dan mana yang tidak,harus benar-benar ditaati terutama di daerah Surakarta dan Yogyakarta.Peraturan ini semakin mempertegas hirarki kekuasaan dan status sosial,disamping untuk menjaga seni batik kraton agar tidak gampang ditiru di luar istana.
Namun itu tidak berlaku di daerah pesisir pantai utara Jawa seperti Pekalongan,Jepara dan lain-lain.Pola-pola yang dilarang dipakai di kraton Surakarta dan Yogyakarta,malah lazim dipakai oleh rakyat biasa.Mereka tidak terikat oleh aturan/larangan kraton,kehidupannya lebih bebas termasuk dalam menentukan pakaian yang pantas buat mereka.Tampak kehidupan sehari-harinya juga membatik yang merupakan pekerjaan sampingan di saat menunggu datangnya musim menanam padi.Jika datang saatnya untuk turun ke sawah,mereka akan menghentikan pekerjaannya membatik.Hasil-hasil kerajinan batik mereka diperdagangkan luas sampai ke pelosok negeri Nusantara.Penelitian tentang batik rakyat di daerah Trusmi,Cirebon oleh De Kat Angelino pada tahun 1930 telah mengantarkan kita pada suatu kesimpulan bahwa selama beratus-ratus tahun para pengobeng,nama yang diperuntukkan bagi para ibu-ibu pembatik,yang mencari nafkah dengan berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk menjual hasil kerajinannya itu tentunya telah mendapat pengenalan dan pemahaman tentang seni membatik.Demikian juga dengan profesi mencelup biru(medel) atau coklat(nyoga) kebanyakan dikerjakan oleh rakyat biasa di luar kraton yang bahkan menjadi langganan kalangan keluarga istana.
Bahwa semata-mata seni batik itu merupakan buah tangan para puteri kraton juga tidak ada benarnya.Di daerah Cirebon dan Indramayu kaum laki-lakinya juga melakukan pekerjaan seni batik tulis halus.Hal yang sama juga dikerjakan oleh kaum laki-laki di Tembayat(Klaten,Jawa Tengah).
Rouffaer dalam bukunya mengenai batik antara lain menyebutkan sumber tertulis yang tertua berasal dari kerajaan Galuh pada tahun 1520 yang ditulis di daun lontar.Dari sumber ini dia menarik kesimpulan bahwa seni batik pada waktu itu dilakukan oleh pria dan mereka ini dinamakan pelukis,jadi bukan pembatik,sedangkan seni batiknya sendiri dinamakan tulis.
Sumber-sumber dari Jawa Timur pada tahun 1275 menyebutkan beberapa macam pola yaitu pola grinsing.
Kata batik atau membatik baru dengan jelas dipakai dalam Babad Sengkala pada tahun 1633 dan juga dalam Panji Jaya Lengkara pada tahun 1770.Sedangkan sumber yang lebih tua dari kerajaan Galuh yang ditulis di daun lontar itu memakai kata tulis dan lukis.Berdasarkan hal-hal semacam ini dengan melihat pola-pola kuno batik Cirebon yang menggambarkan taman-taman,gunung,dan binatang yang lebih realistis daripada pola-pola di daerah Jawa Tengah dan Timur,dapatlah ditarik kesimpulan bahwa seni batik mungkin berakar dari seni lukis,salah satu bentuk daya cipta penduduk Nusantara yang tertua dan yang sejak dahulu kala dikerjakan oleh para pria.
Kemungkinan sekali dengan masuknya pengaruh agama Islam di Pulau Jawa yang melarang pembuatan gambar-gambar makhluk hidup,para seniman terpaksa mencari jalan keluar untuk menghindari penggambaran secara realistis.Sehingga pola-polanya menjadi bersifat abstraktif.
Motif Batik Megamendung dari Cirebon
Mega,awan atau gunung dipakai untuk menyembunyikan makhluk hidup.Di daerah-daerah seperti di Surakarta dan Yogyakarta abstraksi terlihat pada motif-motif sayap.
Raden Ajeng Kartini dengan Suami dalam busana batik
Jadi seni lukis mencoba mempertahankan diri dengan cara bergabung dengan seni hiasan pakaian.Proses pemberian warna dengan pencelupan dan penutupan dipakai juga untuk memperoleh gambar-gambar yang dikehendaki.Tata warna yang sederhana,biru dan merah,yang telah dikenal oleh seni dekorasi bahan pakaian,kemudian disusul dengan warna-warna lain sawo matang dan kuning hijau.
Hubungan antara seni lukis Jawa dan seni batik dapat kita lihat dalam ilmu melukis wayang atau dikenal dengan sunggingan.
Lembaran-lembaran wayang beber,salah satu jenis wayang yang tertua,jika kita perhatikan di dalam lukisan wayangnya terdapat motif-motif yang juga ada dalam seni batik.
Gambar di atas adalah lukisan pada wayang beber
Seni lukis yang mirip dengan ini masih kita jumpai di pulau Bali,yang terkenal adalah di daerah Klungkung,dalam bentuk ider-ider langse,yaitu kain-kain bergambar penghias dinding.Hubungan seni lukis Jawa dan batik ditunjukkan oleh adanya persamaan beberapa istilah dan pemakaian bahan pewarna seperti indigo(nila) dan kunir. atau
Walaupun jumlahnya makin berkurang,tapi masih ada juga ahli seni lukis Jawa yang merangkap profesi sebagai pembuat pola-pola batik,juru sungging bahkan juga sebagai ahli gamelan.Hubungan yang erat antara seni batik,lukis jawa,wayang dan gamelan bisa kita mengerti karena masing-masing seni itu saling menopang sejak jaman dahulu.
Motif Batik Srikaton,nama yang sama dengan salah satu nama gendhing Jawa.
Sehingga tidaklah mengherankan kalau ada juga nama-nama pola batik yang dipakai untuk nama gendhing-gendhing gamelan,misalnya Pisan Bali,Udan Liris,Kawung,Cemungkirang,Limar,Pande Lori,Srikaton,dan lain-lain.
Peragaan Busana di Luar Negeri dengan Busana Batik
Dengan bergabungnya seni lukis dengan seni dekorasi pakaian,tumbuhlah seni batik yang kita kenal dewasa ini.Kalau dahulu seni lukis berada di tangan pria,maka dengan pertemuan itu menjadi seni yang masuk dalam rumah tangga dan berpindah ke tangan wanita.Dalam perkembangannya,setelah masuknya kain putih(mori) yang didatangkan dari Eropa maka seni batik mengalami penghalusan yang mencapai puncaknya.Kehalusan bahan dasar memungkinkan si pembatik membuat pola-pola dan gambar-gambar yang makin indah,canting begerak dengan lancar tanpa menemui halangan tidak seperti pada kain tenunan yang kasar.
Batik telah mendapatkan pengakuan dari Dunia Internasional
Dalam abad ke-19 muncul persaingan antara batik tulis dengan cap,suatu cara meletakkan lilin di atas kain tidak dengan alat canting melainkan dengan alat cap yang terbuat dari tembaga.Sebenarnya teknik pemakaian dengan alat cap tidak dapat digolongkan ke dalam seni batik.Oleh karena pertimbangan ekonomis dan hasrat mencari uang dengan cepat yang mendesak seni batik halus,sehingga pembuatan batik tulis hanya terbatas pada mereka yang mampu atau yang membatik sebagai pengisi waktu.
Batik telah diakui oleh UNESCO sebagai Kekayaan Budaya Adiluhung dari Indonesia
Suatu teknik modern diperkenalkan dalam pemakaian pewarna kimia yang didatangkan dari luar negeri yang ternyata lebih mudah dalam pemakaiannya juga lebih variatif warnanya,yang mendesak pemakaian zat pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan.Hal ini terjadi sampai dengan pecahnya perang Dunia II.
Tidak Hanya Batik,Kain Tenun buatan Indonesia juga dipakai dalam peragaan busana di Luar Negeri.
Kain Tenun dalam Peragaan Busana
Pada jaman pendudukan Jepang,dikarenakan sukarnya mendapatkan bahan dasar kain putih(mori),maka untuk mencegah pengangguran besar-besaran,perusahaan-perusahaan batik mengalihkan ke dalam pola-pola yang sulit,penuh dengan garis-garis,titik-titik,dan pemberian warna yang berlebihan.Pengaruh asing dengan pola-pola khas mereka tetap dilanjutkan,terutama oleh para pembatik di pesisir pantai utara Pulau Jawa,terutama di daerah Pekalongan,sebagai pusat pembatikan.
Hasil-hasil batik di daerah ini terkenal sebagai batik ‘Jawa Baru‘ atau ‘Jawa Hookokai‘.Nama yang dipakai sesuai dengan situasi waktu di jaman pendudukan Jepang,sehingga tidaklah aneh didapatkan pola-pola baru seperti bunga khas Jepang,yaitu bunga seruni.
Disayangkan perkembangan seni batik menjadi berhenti sesaat pada saat pecahnya perang kemerdekaan dari tahun 1945-1950.Namun sesudah tahun 1950,industri batik tumbuh kembali,ada yang berdiri sendiri,ada juga yang bergabung dalam koperasi-koperasi batik.
Batik dewasa ini telah menjadi bisnis atau industri.Kebutuhan akan batik sudah jauh meningkat,dimana kalau dahulu batik digunakan dalam beberapa macam pakaian adat seperti berupa kain panjang,sarung,kemben,selendang dan dodot,namun sekarang ini batik kegunaannya menjadi bermacam-macam mulai dari alas tempat tidur sampai dengan alas meja dan kemeja.Disamping itu seni batik mengalami semacam ‘demokratisasi‘ mengenai pemakaian polanya,setiap orang bebas memakai pola-pola yang disukainya tanpa larangan yang ketat,pengecualian di dalam lingkungan tembok kraton/istana di Jawa Tengah.Kebutuhan akan permintaan batik yang sangat besar ini mendorong industri-industri batik berusaha memenuhi permintaan masyarakat dengan menghasilkan batik secara cepat dan murah.
Akibat dari berkembangnya perusahaan batik sekarang ini,membuat berkurangnya pembuatan batik tulis halus.Untuk memenuhi kebutuhan pasar,terkadang mengabaikan mutu/kualitas motif dan pola batik.Pola-pola yang dibuat lebih banyak menuruti selera pasar,seperti pola baru dengan warna-warna yang menyolok.Sehingga batik tulis halus sekarang ini hanya dibuat oleh mereka yang mampu dan mempunyai banyak waktu luang.Pembatik-pembatik menjadi kehilangan daya ciptanya,karena selalu harus memenuhi keinginan para pengusaha batik,sesuatu hal yang sangat disayangkan.Hal yang sangat ditakutkan kalau kekayaan pola dan motif seni batik tradisional mengalami kemunduran bahkan menjadi punah.Semoga tidak menjadi kenyataan,maka perlu adanya dukungan dan partisipasi dari masyarakat luas khususnya pemerhati budaya batik untuk selalu memelihara kekayaan seni batik sebagai budaya nasional bangsa Indonesia.
CARA MEMBATIK
Kalau hanya melihat pola dan motif dari sehelai batik yang sudah jadi,kita tidak akan bisa memahami dan menghargai betapa cukup rumitnya prosedur di dalam proses pembuatan seni batik tulis itu.Tidak akan menduga adanya faktor-faktor teknis dan non teknis yang dapat menyebabkan di dalam seni batik tulis selalu ada unsur ‘surprise‘ yang mengakibatkan setiap helai batik tidak akan sama persis walaupun mempunyai pola dan susunan warna yang dibuat sama.
Inti dari cara membatik adalah ‘cara penutupan‘,yaitu menutupi bagian kain atau bahan dasar yang tidak hendak diberi warna dengan bahan penutup,dalam hal ini berupa lilin.Pada awalnya penggunaan lilin dengan cara diteteskan pada kain,oleh karena itu ada paham yang mengembalikan arti kata batik pada suku kata ‘tik‘ yang berarti titik atau tetes.
Bahan utama dari teknik membatik adalah berupa kain putih,baik yang halus maupun yang kasar,lilin sebagai bahan penutup dan zat warna.Kualitas kain putih sangat mempengaruhi hasil seni batik.Jadi makin halus kain putih yang dipakai makin bagus hasil pembatikannya,yaitu makin jelas pola dan perbedaan warnanya.Dahulu di kota Juwana,daerah utara Jawa Tengah pernah dipakai bahan sutera shantung murni yang menghasilkan selendang dan sarung batik sutera yang sangat terkenal akan kehalusannya.
Dahulu lilin lebah dipakai sebagai satu-satunya bahan penutup,namun dengan perkembangan industri dan pengolahan minyak tanah dewasa ini dipakailah lilin buatan pabrik berupa paraffine,microwax,dan lain-lain,baik yang murni atau campuran dengan bahan lilin alam.Lilin merupakan bahan penutup yang sangat tepat,karena mudah dituliskan pada kain,tetap melekat sewaktu dicelupkan dalam cairan pewarna,dan mudah dihilangkan di saat tidak digunakan lagi.Di Banten,ada yang memakai bahan penutupnya berupa bubur beras ketan yaitu pada kain Simbut.
Foto Lilin penutup atau malam di atas Anglo
Lilin penutup hanya bisa dipakai atau dituliskan dalam keadaan cair,untuk itu pembatik harus memanaskan lilinnya dalam sebuah wajan kecil yang ditaruh di atas api dalam suatu anglo.Suhu lilin haruslah tepat,tidak boleh terlalu panas atau terlalu dingin.Kalau terlalu panas,lilin akan jauh meresap ke dalam kain sehingga akan sukar untuk dihilangkan,sedangkan kalau suhunya tidak cukup panas akan terlalu mengental sehingga akan sukar keluar dari alat penulis atau canting.Jika dirasakan suhunya terlalu panas,maka pembatik akan mengangkat wajannya dari api anglo.
Foto Beberapa jenis Canting
Alat penulis yang khas yang dinamakan canting ini terbuat dari bambu dan tembaga.Gagang atau tempat pemegang ini terbuat dari bambu,sedangkan kepalanya yang dipakai untuk menyendok dan mencucurkan lilin terbuat dari tembaga.Mulut canting berupa pembuluh bengkok yang besarnya berbeda-beda,dan dari mulutnya ini melelehkan cairan lilin,yang mirip dengan pulpen.
Kain putih yang dilampirkan pada sebuah rak kayu atau gawangan dipegang dengan tangan kiri sebagai tatakan,sedangkan tangan kanan memegang canting.
Berikut ini akan diuraikan tahap-tahap di dalam proses pembuatan batik tulis.Istilah-istilah yang diuraikan nantinya memakai istilah yang lazim dipakai dalam dunia batik Jawa.
1.) Pengolahan persiapan kain putih
Tujuannya adalah supaya lilin mudah melekat dan tidak mudah rusak sewaktu dilakukan pencelupan.Disamping juga supaya zat-zat warna itu mudah meresap.Dahulu dipakai zat warna dari tumbuh-tumbuhan,namun karena prosesnya yang memakan waktu lama,maka sekarang dipakai zat pewarna pabrik.Pengolahan ini terdiri atas mencuci kain putih yang telah dipotong-potong dengan air bersih agar hilang kanji perekatnya kemudian diremas serta direndam dalam minyak jarak(Ricinus Communis L) atau kacang(Arachis hypogala).Kemudian untuk menghilangkan kelebihan minyak,maka kain direndam dalam air saringan abu merang.Menurut cara modern merang ini diganti dengan larutan soda,yang dapat mempercepat waktu dan lebih mudah dipakai.Ini disebut ngetel atau ngloyor.Untuk kain mori yang kualitas tertinggi seperti primisima tidak perlu dikanji lebih dahulu,karena ketebalan kanjinya telah memenuhi syarat.Pada mulanya diselang-seling dengan penjemuran di panas sinar matahari,sehingga memakan waktu berhari-hari.Kain putih yang telah mendapat pengolahan ini kemudian dilicinkan dengan menaruhnya di atas sebilah kayu dan dipukul-pukul dengan pemukul kayu juga,ini dinamakan dengan ngemplong.
2.) Ngrengreng
Gambaran pertama dengan lilin cair di atas kain inilah disebut dengan ngrengreng ada yang menyebut juga dengan nglowong.Pada tahap ini si pembatik duduk di atas bangku kecil atau bersila di muka gawangannya,menyendok lilin cair dari wajannya dengan canting lalu memulai membuat garis-garis atau titik-titik sesuai dengan pola-pola yang dikehendakinya.Suhu lilin cair harus dipertahankan tidak terlalu panas agar tidak terlalu meresap sehingga sukar untuk dihilangkan atau mudah remuk,sedangkan lilin yang kurang panas akan lekas kental sehingga sukar keluar dari mulut canting.Demikian juga dengan posisi canting harus tepat,tidak boleh terlalu miring atau terlalu tegak.Canting akan mengikuti pola-pola yang sudah digambar lebih dahulu dengan arang atau potlot oleh seorang tukang pola,atau bisa juga dibuat langsung oleh si pembatik yang telah mumpuni/mahir di luar kepala.Gambaran lilin ini kemudian diteruskan di belahan sebaliknya yang akan menjadi bagian dalam kain batik,pekerjaan ini dinamakan dengan nerusi.Itulah sebabnya bahan kain putih tidak boleh terlalu tebal,agar tidak menyulitkan pekerjaan meneruskan gambaran pertama itu.
3.) Nembok
Pekerjaan menutupi bagian-bagian yang tidak boleh kena warna dasar ini disebut dengan nembok.Bagian kain yang tidak boleh terkena warna dasar,dalam hal ini warna biru tua,ditutupi dengan lapisan lilin,yang seolah-olah merupakan tembok penahan.Pekerjaan ini juga dilakukan di sebelah dalam kain.
Penembokan adalah cara penting dalam pembuatan kain batik,karena apabila lapisan penemboknya kurang kuat/tebal maka zat pewarnanya dapat menembus bahkan mungkin bisa merusak seluruh kain.Menembok bisa juga dilakukan dengan cap.
4.) Pencelupan
Pencelupan pertama untuk mendapatkan warna dasar biru ini disebut dengan medel.Dahulu pekerjaan ini dicelupkan di dalam cairan pewarna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,yaitu dari indigo atau nila(Indigofera tinctoria L),dan memakan waktu berhari-hari diselingi dengan penjemuran di panas sinar matahari.Tukang celup atau perusahaan batik mempunyai ‘rahasia’ ramuan yang diwariskan turun temurun pada generasinya masing-masing.Berbagai macam bahan dimasukkan ke dalam jambangan celup,dari mulai gula kelapa,tape,pisang kluthuk,sampai potongan-potongan daging ayam.Semuanya itu bertujuan untuk menambah bersinarnya atau gemilangnya warna biru nila atau indigo yang sampai sekarang belum terkalahkan indahnya.Namun sekarang dengan dipakainya pewarna kimia pabrik telah menghilangkan sifat misterius dan romantisnya pencelupan.Zat pewarna seperti naphtol atau indigosol yang umum dipakai hanya memakan beberapa menit untuk meresap.Walaupun demikian untuk dapat memperoleh warna yang baik dan indah masih tetap memerlukan ‘tangan dingin’ disamping pengetahuan akan campuran bahan kimia.
5.) Pembuangan Lilin
Tahap pembuangan lilin ini disebut dengan ngesik atau nglorod.Tujuannya adalah menghilangkan lilin penutup dari bagian-bagian yang nantinya akan diberi warna sawo matang(soga).Caranya dengan memasukkan kain di dalam cairan mendidih sehingga lilin menjadi cair kembali atau dengan jalan mengerik dengan sebuah pisau pengerik atau cawuk.Cara dengan memasukkan ke dalam cairan yang mendidih itu lebih baik daripada dengan mengerik,sebab dengan pengerikan mungkin tidak terlalu bersih dan teliti sehingga akan mempengaruhi gambaran nantinya setelah disoga.
6.) Mbironi
Bagian yang telah mendapat warna biru dan tidak boleh terkena warna soga,kemudian ditutup lagi dengan lilin,pekerjaan ini dinamakan dengan mbironi,yang juga diteruskan pada bagian sebelah dalam kain.
7.) Menyoga
Tahap selanjutnya adalah mencelupkan dalam zat warna coklat atau sawo matang.Soga(Peltophorum ferrugineum Benth),yaitu salah satu kayu-kayuan yang dipakai untuk mendapatkan warna sawo matang.Untuk tiap daerah atau perusahaan batik memiliki resep yang berbeda-beda yang merupakan ‘rahasia’ untuk mendapatkan warna sawo matang ini.Dan juga disesuaikan dengan selera masing-masing daerah,ada yang menyukai warna soga keemasan ada yang lebih senang warna yang lebih tua kemerahan,dan lain-lain.Warna coklat dari bahan kimia tidak memerlukan waktu yang lama buat meresap hanya butuh waktu tidak sampai setengah jam saja.Setelah penyogaan,kemudian dilakukan proses nglorod(pembuangan lilin) kembali.
Kadang-kadang diperlukan satu tahap lagi yang disebut dengan saren,yang gunanya supaya warna coklat itu tetap awet dan bertambah indah.Saren ini memakai air aren yang dicampuri dengan air kapur dan tumbuh-tumbuhan lainnya.Seringkali pekerjaan pemberian saren ini bagi beberapa pembatik sama pentingnya dengan menyoga.Setelah lilin terbuang seluruhnya,maka tampaklah kain batik dengan warna-warna dasar biru tua dengan gambaran sawo matang diselingi dengan warna putih gading.Makin sulit pola dan banyak susunan warnanya,maka akan makin lama proses pembuatannya.
Perbedaan pola di setiap daerah terutama di pusat-pusat seni batik,seperti di Surakarta dan Jogjakarta tidaklah terlalu menyolok.
Dalam pemilihan warna putihnya berbeda,daerah Surakarta kain batiknya warna putihnya lebih kekuningan gading(gambar kiri atas),sedangkan Jogjakarta menampilkan warna putih bersih(gambar kanan atas).
Di daerah Banyumas yang pengaruhnya terasa sampai ke Tasikmalaya dan Garut,warna yang digemari adalah warna kuning keemasan dikombinasikan dengan warna soga coklat muda serta biru tua kehitaman.
Di pantai utara Jawa Barat,di daerah Indramayu orang gemar memakai warna biru.
Sedangkan di Cirebon dengan pusat pembatikannya di daerah Trusmi dan Kalitengah,kalau melihat pola batik Megamendung,yang memakai teknik bayangan berlapis kadang sampai 7 lapisan akan membuat orang menjadi kagum,disamping terdapat pula pola-pola gunung,taman,dan binatang dengan warna kuning gading.
Motif Kain Batik Pekalongan yang kaya nuansa
Di daerah Pekalongan,terkenal dengan kain batiknya yang paling menyolok nuansa warnanya dan lebih modern(gambar di atas).Yang diikuti terus di sepanjang daerah pesisir pantai utara Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur,ini sangat dipengaruhi oleh budaya asing seperti Tionghoa atau Eropa.Dapat dimaklumi karena kota-kota itu dahulunya merupakan kota pelabuhan dagang yang ramai,sehingga terjalin hubungan yang saling mempengaruhi dengan yang lain.
Motif Kain Batik Madura
Pulau Madura sejak dahulu masyarakatnya sangat menggemari akan warna soga kemerahan yang indah.Warna coklat merah ini diperoleh dengan mencampur warna coklat soga dengan mengkudu(Morinda citrofolia) sebagai penghasil warna merah(gambar di atas).
Pemakaian zat pewarna kimia yang menggantikan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan sebenarnya amat disayangkan.Dikarenakan memenuhi tuntutan selera pasar,membuat perusahaan-perusahaan batik telah melupakan ciri khas daerahnya masing-masing.Pewarna kimia memang lebih praktis,efektif dan efisien namun kurang ramah lingkungan,untuk itu diperlukan penelitian yang akurat dan berkesinambungan yang menghasilkan bahan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan yang lebih mudah dan cepat meresap,namun tidak kalah menarik dengan pewarna kimia.
PEMBAGIAN POLA BATIK
Pembagian pola batik disini hanyalah sebagian kecil,merupakan garis besarnya saja.Perkembangan pola batik demikian pesat mengikuti selera dan kebutuhan pasar yang naik turun.Penelitian Rouffaer pada tahun 1900 saja pernah mencatat ada sekitar 3 ribuan pola batik,itupun tidak semuanya.Pola batik dikelompokkan ke dalam dua golongan,yaitu golongan pola geometris dan non geometris.
Pembagian pola batik berdasarkan ukuran geometrisnya adalah sebagai berikut:
1.) Pola Banji
Ini merupakan salah satu pola batik yang tertua,berupa silang yang diberi tambahan garis-garis pada ujungnya dengan gaya melingkar ke kanan atau ke kiri.Motif seperti ini terkenal dalam kebudayaan kuno di seluruh dunia dengan nama swastika.Di Nusantara motif ini tidak hanya terdapat pada seni batik saja,namun juga pada karya-karya seni yang lain.Kata banji,berasal dari dua suku kata yaitu ban yang artinya sepuluh dan ji yang berarti seribu,suatu perlambang murah rejeki atau kebahagian yang berlipat ganda.Pola banji ini sangat mungkin karena pengaruh kebudayaan China.Pola banji ini nama lainnya dalam istilah Jawa adalah balok bosok(balok busuk).Dalam perkembangannya pola banji mengalami perubahan-perubahan diantaranya mendapat tambahan rangkaian daun-daunan dan bunga-bungaan.
Gambar di atas adalah pola batik banji dari daerah Lasem,Jawa Timur.
2.) Pola Ceplok
Pola yang sangat digemari,terdiri atas garis-garis yang membentuk persegi-persegi,lingkaran-lingkaran,jajaran genjang,binatang-binatang atau bentuk lain bersegi banyak.Pola ini sebenarnya merupakan stilisasi dari tumbuh-tumbuhan dan binatang,itu sebabnya banyak nama ceplok mengambil nama kembang(bunga) dan binatang.Pola ceplok juga sangat tua,ini bisa dilihat kemiripannya dengan relief-relief candi.Pola ceplok juga ada kemiripannya dengan pola ganggong.Pola ganggong mempunyai ciri khasnya berupa binatang-binatang atau silang-silang yang ujung jari-jarinya melingkar seperti benang sari bunga.
Gambar di atas ini adalah salah satu contoh pola ganggong.
Gambar di atas ini adalah salah satu pola ceplok yang dinamakan ambar kumitir.
3.) Pola Kawung
Pola ini sebenarnya agak mirip dengan pola ceplok,tetapi karena diduga motifnya lebih kuno dari pola ceplok,maka dijadikan pola tersendiri.Ada anggapan kalau pola ini diinspirasi dari belahan buah aren.Namun menurut Rouffaer,pola kawung ini berasal dari pola grinsing,suatu pola yang disebutkan dalam kitab Pararaton(kitab Para Raja),sebagai pola yang dipakai para raja jaman dahulu.Pola yang terdiri atas lingkaran-lingkaran kecil dengan sebuah titik di dalamnya tersusun seolah-olah sisik ikan atau ular,yang bisa dikombinasikan dengan motif lain.Pola ini pernah menjadi pola larangan bagi istana/kraton Jogjakarta,yang hanya boleh dipakai oleh Sultan dan keluarga terdekatnya.
Gambar di atas adalah salah satu contoh pola kawung.
4.) Pola yang meniru tenunan atau anyaman
Banyak ragamnya pola yang menyerupai tenunan ini diantaranya yang terkenal adalah pola nitik.Pola ini berupa titik-titik atau garis-garis pendek yang tersusun secara geometris,membentuk pola yang meniru tenunan atau anyaman.Mereka yang mencari asal usul kata batik dari kata tik,menganggap pola ini adalah yang tertua.
Gambar di atas ini adalah pola batik nitik motif cakar ayam.
Gambar di atas adalah contoh pola garis yang dinamakan motif tirta teja.
5.) Pola garis miring
Pola-pola yang dibentuk adalah bergaya miring.Gaya miring ini digemari dalam seni dekoratif hampir di seluruh daerah Nusantara,sehingga tidak heran jika gaya miring ini juga dikenal dalam seni batik.Pola miringnya sendiri kadang jelas kadang tidak begitu kentara.Di antara yang paling digemari adalah yang dinamakan pola parang.Ciri-ciri dari pola parang ini adalah lajur-lajur yang terbentuk oleh garis-garis miring yang sejajar berisikan garis-garis pengisi tegak dan setiap lajur terpisah dari yang lain oleh deretan ornamen yang bergaya miring juga yang dinamakan mlinjon.Kata mlinjon dipakai karena motif pemisah tadi berbentuk jajaran genjang kecil yang mirip dengan buah mlinjo.Parang sendiri mengingatkan orang pada salah satu senjata tajam khas Jawa yaitu sejenis pisau atau keris.Motif parang yang terkenal diantaranya adalah parang rusak.
Gambar di atas ini memperlihatkan busana SISKS Pakoe Boewono X beserta permaisuri GKR Mas yang memakai batik bermotif parang rusak.Motif ini menjadi kegemaran para Raja Jawa,di Surakarta maupun di Jogjakarta,sehingga motif parang rusak juga menjadi larangan bagi orang kebanyakan.Aturan ini sekarang sudah tidak berlaku lagi bagi lingkungan di luar istana/kraton.Nama-nama jenis parang rusak ini dibedakan berdasarkan ukuran polanya.Parang rusak dengan ukuran polanya yang terkecil dinamakan Parang Rusak Klitik.Gambar di bawah adalah contoh pola parang klitik.
Yang agak besar/sedang dinamakan Parang Rusak Gendreh.
Sedangkan yang terbesar dinamakan Parang Rusak Barong.
Parang Rusak Barong ini hanya boleh dipakai oleh Raja sendiri.Motif miring lainnya yang terkenal adalah pola Udan Liris,yang karena kehalusan motifnya yang disusun miring seakan-akan menyerupai hujan rintik-rintik.
Gambar di atas adalah pola Udan Liris.
Aneka Motif Batik Parang gagrak Jogjakarta
Aneka Motif Batik Parang gagrak Jogjakarta
Aneka Motif Batik Parang gagrak Jogjakarta
Ini semua adalah golongan pola batik yang berbentuk geometris.
Sedangkan golongan yang kedua adalah pola batik yang non geometris.Pola ini adalah pola batik yang tidak terbatas jumlahnya,yang tidak terikat oleh gaya tertentu.Walaupun demikian unsur tradisi masih memegang peranan yang penting mengenai tata susunan pola.Yang terkenal adalah pola semen.Semen dari kata semi,yang berarti tumbuh atau bertunas,jadi berisikan pola-pola berbentuk kuncup-kuncup,daun serta bunga.Berikut ini ada beberapa macam pola semen,yaitu:
a).Pola semen yang hanya terdiri dari kuncup daun-daunan serta bunga-bungaan.Misalnya pola Pisan Bali,Kepetan.
b).Pola semen yang terdiri dari kuncup daun dan bunga yang dikombinasi dengan binatang.Misalnya:Pakis, Peksi Endol-endol,Merak Kasimpir.
c).Pola semen yang terdiri dari motif kuncup daun,bunga,binatang dan ditambah dengan motif sayap atau Lar.Motif sayap ini merupakan pelengkap pada pola semen yang mempunyai beberapa macam variasi bentuk yang disebut dengan bentuk Lar,Mirong dan Sawat.Lar itu berupa sayap tunggal,Mirong adalah sayap kembar,dan Sawat adalah sayap kembar lengkap dengan bentuk ekor yang terbuka.Motif Sawat ini juga sangat digemari oleh para Raja.Ini bisa dilihat dari bentuk simbol/lambang kerajaan Mataram sejak Jaman Sultan Agung,yang sampai sekarang dipakai oleh Kesultanan Jogjakarta.Berikut ini gambar-gambar dari beragam jenis motif semen gaya Jogja.
Beberapa motif semen gagrak Jogjakarta
Aneka Motif Batik Semen gagrak Jogjakarta
Aneka Motif Batik Semen gagrak Jogjakarta
Pola-pola yang tidak bersifat geometris banyak dipakai di daerah pesisiran,yang dikarenakan orang disitu tidak begitu terikat oleh aturan-aturan kraton/istana.Salah satunya Cirebon,walaupun disitu ada beberapa kerajaan seperti Kasepuhan,Kanoman,maupun Kacirebonan,namun seni batiknya lebih bebas,tidak terikat aturan istana.Bisa dilihat pada gambar di bawah ini adalah motif gadis china gaya Cirebon.
Motif Batik Puteri China gagrak Cirebon
Pola-polanya tidak begitu geometris yang bisa berupa gunung-gunung,batu-batuan,kolam-kolam,binatang,tumbuh-tumbuhan,bunga-bungaan atau bahkan gambar manusia.
Beberapa Contoh Motif dan Pola Batik
Motif alas-alasan Solo
Motif ini biasanya dipakai untuk penari-penari Bedhaya di Karaton Surakarta,semisal Bedhaya Ketawang yang sangat disakralkan.
Motif Batik Ambar Kumitir Jogjakarta
Motif Batik Ambarsari Jogjakarta
Motif Batik Anggur Merak
Motif Batik Asmaradana
Motif Batik Banci Kasut Jogjakarta
Motif Batik Banjir Bandang
Motif Batik Semen Lar
Motif Batik Bengkulu Basurek
Motif Batik Gangeng Indramayu
Motif Batik Lereng Kembang Corong dari Garut
Motif Batik Kothak Nitik Warni
Motif Batik Lung Keslop dari Solo
Motif Batik Semarangan
Motif Batik Tiga Negeri
Motif Batik Kembang Kluwih dari Tuban
Motif Batik Kontemporer dari Sidoarjo
Motif Batik Buketan dari Pekalongan
Motif Batik Buketan dari Pekalongan
Motif Batik Jawa Hokokai dari Pekalongan
Motif Batik Lasem,Jawa Timur
Motif Batik Tiga Negeri dari Lasem
Motif Batik Parang Klithik gaya Jogjakarta
Motif Batik Mega Mendhung dari Cirebon
Motif Batik Mega Mendhung dari Cirebon
Motif Batik Sido Mukti Manten gagrak Surakarta
Motif Batik Beras Wutah dari Sidoarjo
Motif Batik Bintang Raja dari Jogjakarta
Motif Batik Blibar Latar Cemeng dari Jogjakarta
Motif Batik Jambi
Motif Batik Rebung Nyengum dari Jambi
Motif Batik Blibar Latar Putih dari Jogjakarta
Motif Batik Grinsing
Motif Batik Parang Barong
Motif Batik Buntal Anggrek dari Jogjakarta
Motif Batik Buntal Grinsing dari Jogjakarta
Motif Batik Buntal Hadinegara dari Jogjakarta
Motif Batik Buntal Ukel dari Jogjakarta
Motif Batik Adu Manis dari Tasikmalaya
Motif Batik dari Madura
Motif Batik Genthongan dari Madura
Motif Batik Madura
Motif Batik Manok Jodoh dari Madura
Motif Batik Manok Sakeh dari Madura
Motif Batik Manuk Swari dari Madura