Jelajah Nusantara Batik 118 by Dee Ong
Menampilkan karyanya di Jakarta Fashion Week 2010-2011 merupakan debut desainer yang bernama lengkap Diana Safitri atau biasa menyebut diri Dee Ong ini. Batik 118 by Dee Ong menampilkan gaun-gaun batik yang mempunyai ciri khas kombinasi seni bordir dan aksesori payet dan batu alam.
Koleksi Batik 118 yang ditampilkan kali ini terinspirasi dari keindahan budaya Nusantara, dengan menggelar 33 gaun dari 33 provinsi di Indonesia. Mengambil tema “The Power of Batik”, gaun-gaun ini dirancang khusus dengan menggunakan kain batik handmade yang dibuat dengan menggunakan media batik tulis dan cap. Keseluruhan koleksi menggunakan bahan sutra Cina dan memiliki keunikan berupa motif-motif Nusantara yang bercirikan masing-masing provinsi.
Fashion Show terbagi dalam empat sekuel. Sekuel pertama menampilkan gaun batik dari sejumlah provinsi di Sumatra dan Kepulauan Riau, menggunakan motif bunga, unggas dan ceplok geometris. Sekuel kedua menampilkan gaun batik dari pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Sekuel ketiga menampilkan gaun batik yang banyak menggunakan motif Tumpal di atas kain-kain khas Kalimantan. Juga motif burung dan bunga seperti yang terdapat padai ornamen rumah adat Kalimantan. Sekuel keempat menampilkan gaun batik dari Sulawesi, Maluku dan Papua. Dari Sulawesi dipakai motif geometris Kawung.
Keseluruhan penampilan gaun Batik 118 kali ini terlihat simple namun terasa romantis dan elegan. Gaun-gaun panjang yang anggun dengan buntut menjuntai ke bawah dan juga beberapa koleksi gaun cocktail yang lebih ringan dan dihiasi dengan payet emas cantik serta untaian mutiara, terlihat effortless dan memesona.
Dee Ong memang mengaku sangat mencintai Indonesia, dan meskipun tidak mendalami pendidikan formal fashion, dia sangat tertarik pada keindahan kain batik. Ketertarikannya ini dipadu dengan kesukaannya travelling mengelilingi kepulauan Indonesia, sehingga mempermudahnya untuk mendalami keindahan budaya Indonesia dan menampilkannya dalam motif-motif kain batik kreasinya.
Koleksi Batik 118 yang ditampilkan kali ini terinspirasi dari keindahan budaya Nusantara, dengan menggelar 33 gaun dari 33 provinsi di Indonesia. Mengambil tema “The Power of Batik”, gaun-gaun ini dirancang khusus dengan menggunakan kain batik handmade yang dibuat dengan menggunakan media batik tulis dan cap. Keseluruhan koleksi menggunakan bahan sutra Cina dan memiliki keunikan berupa motif-motif Nusantara yang bercirikan masing-masing provinsi.
Fashion Show terbagi dalam empat sekuel. Sekuel pertama menampilkan gaun batik dari sejumlah provinsi di Sumatra dan Kepulauan Riau, menggunakan motif bunga, unggas dan ceplok geometris. Sekuel kedua menampilkan gaun batik dari pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Sekuel ketiga menampilkan gaun batik yang banyak menggunakan motif Tumpal di atas kain-kain khas Kalimantan. Juga motif burung dan bunga seperti yang terdapat padai ornamen rumah adat Kalimantan. Sekuel keempat menampilkan gaun batik dari Sulawesi, Maluku dan Papua. Dari Sulawesi dipakai motif geometris Kawung.
Keseluruhan penampilan gaun Batik 118 kali ini terlihat simple namun terasa romantis dan elegan. Gaun-gaun panjang yang anggun dengan buntut menjuntai ke bawah dan juga beberapa koleksi gaun cocktail yang lebih ringan dan dihiasi dengan payet emas cantik serta untaian mutiara, terlihat effortless dan memesona.
Dee Ong memang mengaku sangat mencintai Indonesia, dan meskipun tidak mendalami pendidikan formal fashion, dia sangat tertarik pada keindahan kain batik. Ketertarikannya ini dipadu dengan kesukaannya travelling mengelilingi kepulauan Indonesia, sehingga mempermudahnya untuk mendalami keindahan budaya Indonesia dan menampilkannya dalam motif-motif kain batik kreasinya.
SEBASTIAN GUNAWAN
Jakarta Fashion Week 2010/2011 Day 3: Beautiful Indonesia on Batik
Terinspirasi oleh kekayaan budaya Indonesia, "The Power of Indonesian Batik" menjadi tema yang diusung oleh desainer Dee Ong dalam koleksi Batik 118nya dalam JFW 2010/2011 kali ini. Koleksi gaun-gaun batik oleh Dee Ong terbuat dari bahan sutera Cina yang diproses dengan membatik tulis, cap, maupun kombinasi. Selain itu, koleksi Batik 118 juga diperkaya dengan bordir serta hiasan payet dan batu alam sehingga menambah nilai estetika di setiap piece karyanya.
Fashion show terbagi dalam empat sesi. Sesi pertama menampilkan gaun batik dari Sumatera dengan ciri khas motif unggas dan bunga. Sesi kedua menampilkan batik dari Jawa dan Nusa Tenggara. Sesi ketiga dari Kalimantan dengan motif burung dan ornamen rumah adat setempat. Diakhiri dengan gaun batik dari Sulawesi, Maluku, dan Papua. Setiap koleksi yang ditampilkan per sesi menonjolkan ciri khas motif batik daerah masing-masing, seperti melihat Indonesia dalam batik!
Koleksi yang ditampilkan pun tergolong ready to wear dan bervariasi, baik cocktail dress maupun long dress. Potongan dress pun sederhana dan tidak terlalu rumit, namun tetap terlihat cantik karena motif batik yang ada sudah sangat glamor. Bravo untuk Dee Ong yang walaupun tidak pernah menjalani pendidikan formal dalam bidang fashion namun mampu menampilkan karya yang terlihat cantik tanpa harus terlihat berlebihan!
Jangan lupa bahwa ternyata ada karya finale dari Dee Ong berupa gaun kombinasi brokat, renda, dan payet indah berwarna putih yang sangat menawan. I really adore this! Gaun berbuntut ini benar-benar indah walau tanpa unsur batik sekalipun.
Untuk yang ingin 'mengintip' karya Dee Ong lain, just scroll down your mouse. :)
And here is the talented Dee Ong aka Diana Savitri at the end of her show!
Untuk hari ketiga jfw 2010/2011, memang bisa dikatakan bahwa inilah harinya Batik dan Tenun. Selain Dee Ong, ada Dekranasda Show dan Cita Swarna Bumi Sriwijaya yang menampilkan beragam karya batik dan kain tenun. Sesuai tema JFW tahun ini: Styling Modernity, menurut saya show hari ini sangat mewakili tema. Hal ini karena dengan memakai kain tradisional, karya-karya desainer yang tampil tetap terlihat chic dan modern, bahkan jauh dari kesan kuno dan ketinggalan jaman. Dan tentunya, membuat kita sebagai warga Indonesia bangga akan kekayaan budaya yang berlimpah dan terus berupaya menjaga kelestariannya, salah satunya dengan event seperti Jakarta Fashion Week.
Tenun’ reigns at fashion week
Veteran fashion designers and newcomers get together here showcasing their alluring works at the Jakarta Fashion Week (JFW), an event which is slowly attracting bigger crowds.
The catwalks at the fashion week 2010/2011 have seen a growing interest in local textiles and accessories as designers have showcased the beauty of locally-made garments through some astonishing creations.
After a fiesta of kebaya creations at “The Tribute to Kebaya” opening show last weekend, the fashion week offered another treat on day two when designer Oscar Lawalata showed off his gifted skills through his “Weaving the Future” collection – a collaborative work with British designer Laura Miles.
Both designers focused more on various handwoven silk creations as well as traditional fabrics from the eastern parts of Indonesia.
For their collaboration, the two designers spent 10 days in West Java’s Garut regency to learn more about the making of handwoven silk tenun before heading to East Nusa Tenggara to do some research on local fabrics.
Their show was followed with Billy Tjong’s latest designs titled “Ghetto Vibes”, inspired by hip-hop R&B styles, ranging from jumpsuits, shirts and miniskirts.
While batik re-ceived wide exposure in last year’s Jakarta Fashion Week, tenun (traditional woven cloth) had its turn in this year’s event.
On day three, a number of designers showed their prowess in turning traditional textiles from South Sumatra, such as songket Palembang and tenun blongsong into modern yet stylish outfits in a show segment called “Cita Tenun Indonesia: Cita Swarna Bumi Sriwijaya”.
Some of the designers participating in the show included Denny Wirawan, Luwi Saluadji, Oka Diputra and Priyo Oktaviano.
Designers from the Indonesian Fashion Designers Association (APPMI ) showcased their creations on day four and five. Hengky Kawilarang showcased some unique Borneo fabrics for his collection entitled “Wild Romance”, combining tule and some accents of ruffles and stony details, while Susan Zhuang took fashion lovers back to the past with a number of wide shaped dresses that were very popular in style in the 1950s and 1960s, but with some touches of batik and tenun.
Lenny Agustin, meanwhile, had her chance to showcase her two brands: WAW (What Are you Wearing), which consisted of t-shirts, polo shirts, jackets and sweaters, and the Lennor batik-inspired clothing line.
This year also marked Ghea Panggabean’s journey through the fashion industry and she shared her magic moments with the town’s fashionistas by showing off her collections, which reflected her 30 years experience in the business.
Meantime, 10 designers of the Indonesian Fashion Designers Council (IPMI) took their turns on day six to take the stage. Stephanus Hamy tried to popularize the Javanese traditional fabric gendongan and designed it into something light and edgy while Tuty Cholid played with tenun rang rang from Nusa Penida in the southeast of Bali and ikat Cepuk.
And just like the two previous years, Muslim wear also appeared in this year’s event. Local brand Up2Date, which comes up with ready-to-wear concepts, displayed 65 outfits themed “Replayshion”.
The designs were asymmetric, deconstructive with tie and dye details in monochrome colors.
The brand has gained a good reputation in international level as it has already staged shows in Malaysia, Australia and New Zealand.
This JFW also gave a chance for local celebrities to showcase their very own labels on the runway.
Joining the show were MTV’s VJ Daniel Mananta with his famous clothing line Damn! I Love Indonesia, models Indah Kalalo and Fabiola with Flirt with sexy yet glamorous evening dresses, and TV presenter Marrisa Nasution with her shoes from Dollhouse.